Sebagaimana amanatkan UU Desa, dalam
pembangunan di desa diperlukan pendampingan untuk mengawal perencanaan,
monitoring dan pelaporan pengelolaan Dana Desa. Hal ini bertujuan agar
pengelolaan dana desa transparan, akuntabel dan efisien. Untuk itu,
pedoman tentang penyiapan rekruitmen dan pelatihan pendamping, mendesak
disiapkan.
Khusus tentang pendampingan, Menteri
Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani,
menegaskan, dapat mengoptimalkan kembali para pendamping professional
yang selama ini telah berpengalaman mendampingi masyarakat dalam program
pemberdayaan masyarakat, seperti PNPM Mandiri.
Pendekaatan pemberdayaan masyarakat dalam
mengelola pembangunan, seperti yang telah ditransformasikan PNPM
Mandiri, di akui,berhasil. Masyarakat merasa “dianggap” atau istilah
jawanya ‘diuwongke’ atau‘ diorangkan’ dan menjadi aktor utama dalam
pelaksanaan program, sehingga rasa ingin terlibat dan rasa memiliki
masyarakat sangat besar.
Selain itu, pendekatan pemberdayaan
berhasil dilaksanakan karena mempunyai pilar atau subsistem yang
membentuk sistem pemberdayaan masyarkat. Pilar itu meliputi integrasi
perencanaan, keberlanjutan pendampingan, penguatan kelembagaan
masyarakat, penguatan peran Pemda dan perlunya tata kelola yang baik.
Secara keprograman PNPM Mandiri sesuai
tahapannya akan berakhir pada tahun 2014. Namun, prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat dan pengalaman baik selama ini telah
ditransformasikan dalam Undang-undang Desa beserta Peraturan Pemerintah
Nomor 43 dan Nomor 60 Tahun 2014, terutama dalam pengelolaan Dana Desa
dan Pembangunan Desa.
PNPM Mandiri sebagai sebuah program,
setiap saat bisa berhenti. Setelah prinsip-prinsipnya dilembagakan dalam
pelaksanaan Undang-Undang Desa maka keberlanjutannya lebih terjamin,
begitu pula dengan pendanaannya.
Selain itu, melalui Undang- Undang Desa,
dana yang diterima masyarakat akan semakin besar, sehingga memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk merencanakan program
sesuai dengan kebutuhannya.
Pembangunan desa dilaksanakan melalui dua
pendekatan, yaitu “Desa Membangun” dan “Membangun Desa”. Desa Membangun
adalah upaya yang dilaksanakan oleh Masyarakat Desa dan Kelembagaan
Desa untuk membangun desanya, sedangkan “Membangun Desa” adalah
upaya-upaya yang harus dilakukan oleh lembaga diluar desa untuk membantu
desa membangun hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh desa.
Oleh karena itu pelaksanaan Undang-undang
Desa harus didukung oleh seluruh sektor dan berbagai tingkatan
pemerintahan, sehingga diperlukan koordinasi, pengawasan dan
pengendalian yang intensif. Untuk mengawal dan mengendalikan pelaksanaan
UU Desa tersebut kiranya diperlu dibentuk Tim Pengendali yang
beranggotakan lintas sektor, lintas kementerian dan lintas ke-Menko-an.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, suara desa kini akan semakin didengar. Desa
kini tidak hanya menjadi fokus pembangunan, tetapi juga sebagai
perancang pembangunan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.
Kini desa tidak boleh lagi menjadi obyek
sasaran pembangunan, tetapi menjadi subyek yang berperan aktif sebagai
motor penggerak pembangunan. Bila diibaratkan sebuah wadah, desa dapat
menjadi wadah berbagai macam upaya pembangunan lintas sektor dan lintas
kementerian lembaga. Namun tidak hanya menjadi wadah, desa juga harus
bisa menjadi filter untuk menyaring mana program atau kegiatan yang
bermanfaat, sesuai potensi, dan sesuai prioritas pembangunan setempat.
Dengan mekanisme perencanaan pembangunan
yang partisipatif, dokumen perencanaan desa harus dapat mengakomodir
aspirasi masyarakat agar teridentifikasi dengan komprehensif segala
solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan yang dialami di
desa. Karena perlu kita sadari bahwa sebenarnya kemiskinan merupakan
produk dari pembangunan yang tidak mengikutsertakan masyarakat secara
menyeluruh.
Dihadapan peserta Rakernas, Menko PMK
menyatakan setuju dengan tema yang diangkat sebagai ruh dalam melakukan
koordinasi, yaitu Gotong Royong Mewujudkan Desa Membangun. Pesan
utamanya adalah bahwa kita, pemerintah lintas kementerian dan lembaga,
pemerintah daerah, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan lainnya,
perlu bekerjasama, bahu membahu menciptakan iklim yang kondusif untuk
mewujudkan desa membangun’,
Bila sebelumnya ada kepentingan sektoral
dalam pelaksanaan program kegiatan, maka kepentingan ini ubah menjadi
gerakan yang terpadu dan terkoordinasi untuk mewujudkan desa membangun.
Begitu pula dengan pemerintah daerah. Tidak hanya perlu koordinasi
lintas kedinasan, tetapi juga perlu adanya penetapan peran dan wewenang
masing-masing tingkatan pemerintahan untuk mengawal implementasi
Undang-undang Desa.
Kementerian Koordinator PMK melalui
Program koordinasi dan sinkronisasi Pembangunan Desa Semesta, akan
mempercepat upaya membangun desa. Seluruh program-program bansos
Kementerian dan Lembaga diselaraskan dan diarahkan untuk percepatan
pembangunan desa di kawasan 3T, yaitu Desa yang berada di daerah
terpencil, terdepan, dan tertinggal, demikian Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan dalam kata sambutannya pada acara
Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Tahun 2014, Selasa 23 Desember 2014, di
Balai Kartini,Jakarta. (Sesvil)
No comments:
Post a Comment