Ke depan desa memiliki sumber daya cukup
besar untuk mendukung kemandirian masyarakat. Peluang itu, didukung oleh
potensi sumber dana yagn cukup banyak. Saat ini, tidak kurang dari enam
sumber dana, masuk ke desa. Yakni APBN, alokasi Dana Desa (ADD), bagi
hasil, pajak dan retribusi, bantuan keuangan APBD Propinsi serta
Kabupaten dan Kota, hibah dan lain-lain yang sah dan tidak mengikat.
Jika digali dan dikelola dengan benar, desa bisa menerima lebih dari Rp
2,5 Milyar per tahunnya, demikian Rukijo, Direktur Dana Perimbangan
Kementerian Keuangan RI dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan
Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) di Jakarta, 20 Desember
2014.
Rukijo menyayangkan, selama ini,
masyarakat seringkali hanya terfokus pada dana desa yang bersumber dari
APBN saja. Padahal, penganggaran dana yang berasal dari APBN itu masih
menyisakan berbagai ketidakpastian akibat data jumlah desa yang terus
berubah. “Data terakhir per 10 Desember adalah 74.045 desa,” ujarnya.
Pada sisi lain, “Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa tidak hanya membawa sumber pendanaan pembangunan
bagi desa, namun juga memberi lensa baru pada masyarakat untuk
mentransformasi wajah desa. Fasilitator dibutuhkan untuk menjaga
keseimbangan itu.” imbuh Budiman Sudjatmiko, anggota DPR RI yang
bernomor anggota 182 dari Dapil Jawa Tengah VIII ini di hadapan peserta
Rakernas.
Budiman Sudjatmiko mengakui, peran
penting fasilitator pasca implementasi UU Desa. Namun, sebaliknya ia
mengingatkan perlunya revolusi mental di kalangan para pendamping
masyarakat ini.
Hal senada disampaikan oleh Arie Sujito.
Menurut Dosen Sosiologi UGM yang juga peneliti IRE ini, pendamping desa
tetap diperlukan. Akan tetapi, mindsetnya harus diubah dari pendamping
proyek menjadi pendamping masyarakat, dari fasilitator mekanik menjadi
fasilitator organik. “Kalau fasilitator masih mendominasi dan
menempatkan masyarakat sebagai obyek, maka sejatinya ia tidak melakukan
pemberdayaan, namun kolonialisasi.”
Dalam kesempatan yang sama, Prabawa Eka
Soesanta, Badan Diklat Kemendagri dan dewan pakar IPPMI mengingatkan
kembali tentang kredo fasilitator yakni pergi kepada masyarakat, tinggal
bersama mereka, cintai mereka, layani mereka, belajar dari
mereka,bekerja dengan mereka dan mulai dari apa yang mereka miliki.
“Fasilitator adalah motivator, dinamisator dan katalisator bagi
masyarakat, “pungkas Prabawa.
Rakernas IPPMI akhir tahun 2014 ini, mengeluarkan tiga rekomendasi penting. Pertama,
mendesak Presiden Jokowi memastikan implementasi UU Desa, melalui
penguatan desa dan pendampingan tahun 2015, serta memberi perhatian
khusus pada asset-aset yang berasal dari program-program pemberdayaan
masyarakat berbasis desa. Kedua, pendampingan
masyarakat desa ke depan harus mempertimbangkan kompetensi, dan
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan karakteristik wilayah
perdesaan dan komunitas yang didampingi. Ketiga, memastikan ketersediaan dana fasilitator untuk penyelesaian kegiatan program pemberdayaan masyarakat TA 2014”. (IPPMI/Sesvil)
No comments:
Post a Comment