Quick win and adaptability toward context on resource availability

11/18/2015

Entah harus dengan cara seperti apa sebagai pribadi berkontribusi membantu rakyat melalui institusi pemerintahan untuk mengatasi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Prasa ini muncul setelah event kemarin. Saya melakukan presentasi di salah satu dinas pemerintah aceh tentang upgrading teknologi untuk meningkatkan produksi kakao, sebuah paparan tentang mimpi besar mempercepat pengentasan kemiskinan dan mengurangi angka penganngguran berdasarkan konsep quick win and adaptability toward context on resource availability.

Ini merupakan serangkaian kegiatan hibah pribadi yg saya rancang selama 6 hari cuti di aceh dalam rangka meninjaklanjuti respon besar masyarakat thp pengenalan konsep dalam opini di serambi Indonesia pada 4 november 2015 tentang “melihat potensi kakao Aceh”. Konsep/teknologi tersebut adalah top soil balancing, microorganism balancing dan nutrion balancing yang diaplikasikan untuk miningkatka produksi kakao. Ini merupakan salah satu terobosan solusi cepat untuk mengurangi pengangguran, mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan. Sedikitnya 200 petani dari beberapa kabupaten meminta saya untuk memberikan pencerahan lebih lanjut terhadap teknologi ini. Akhirnya saya mengambil cuti dan membiayai sendiri mengunjungi kab aceh besar, pidie, pidie jaya dan bireun. Tiada kebahagian yang lebih besar dari melihat senyuman para petani kakao setelah mengetahui sudah ada solusi persolan kakao yang sistemik terutama Penggerek Buah Kakao (PBK), VSD dan Cherellewilt. Kakao sebagian besar telah mereka tinggalkan dan berubah status dari kebun menjadi hutan kakao.

Dalam setiap kesempatan baik di Saree, Padang Tiji, Blang Bintang, Cubo, Meureudu, Batee Iliek hingga Matang Geuleumpang Dua, semua petani kakao menganjurkan saya untuk mempresentasikan konsep ini ke instansi pemerintah yang relevan karena mereka juga tahu bahwa pemerintah menggelontorkan uang milyaran rupiah untuk urusan kakao ini. Akhirnya atas antusiasme masyarakat ini saya sambut baik dan langsung mencari jaringan untuk dipertemukan dengan dinas pemerintah Aceh, alhamdulillah semua berjalan sesuai dengan rencana. Dengan penuh semangat saya mempersiapkan slide presentasi dengan baik dan ketika pertemuan berlangsung, saya memaparkan konsep secara sistematis, menyugukan metodelogy, memberikan contoh kongkrit keberhasilan terapan, menjelaskan langkah2 intervensi secara bertahap serta menjawab seluruh pertanyaan yg sering muncul ditengah masyarakat. Selain itu saya juga memperlihatkan beberapa foto pelatihan yang saya lakukan di Cubo Pijay, Gunung Kidul Jogya dan keberhasilan aplikasi teknologi ini di Luwu Timur Sulawesi Selatan yang sudah berhasil meningkatkan produksi dari 400 kg per ha per tahun menjadi 3-5 ton.

Namun apa yang terjadi setelah presentasi memang tepat seperti yg saya prediksikan, lomba pidato terjadi menanggapi hasil presentasi, krn audience yg hadir di ruang tsb mengklaim diri mereka sebagai ahli yg sudah puluhan tahun bergelut di dunia perkakoan. Mereka sangat pasih menyebutkan berbagai persoalan, tantangan dan kendala yang dialami petani kakao dan yang pasti dalam argumentasi mereka sedikitpun tidak dijelaskan kesalahan pemerintah, semua kesalahan petani, LSM dan pihak lain yang ikut memperburuk keadaan. Padahal dalam presentasi kerapkali saya ulang bahwa persoalan kakao adalah persoalan dunia yang belum ditemukan jawabannya termasuk negara yang paling serius soal kakao seperti Malaysia, prancis, pantai gading dan Ghana. Dengan segudang fakta dan data ternyata belum mampu menyakinkan ahli ini. Mereka mengatakan bahwa térapan teknologi yg saya tawarkan membutuhkan waktu pembuktian, malah kata mereka menyebutnya 10 tahun. Ketika menyebut angka 10 tahun hampir saja gepalan tinju mau dihentakkan di meja, meski dalam dada “dimaguen” saya tetap memberikan pandangan dengan tenang. Terus terang, saya gagal paham ditengah kondisi sulit seperti ini masih berani menawarkan sesuatu teknologi yang sudah jelas hasilnya dan masih butuh waktu yang cukup lama, tidak tau apa yang mereka inginkan terjadi terhadap rakyat. Saya mencoba memahami asumsinya mereka, barang kali memang sesuatu yang baru membutuhkan pembuktiannya dan pembuktian itu butuh waktu. Saya kembali menyakinkan mereka bahwa konsep ini tidak perlu menunggu waktu karena baru tiga bulan aplikasi sudah ada hasilnya. Sebagai orang yang bekerja di lembaga internasional sudah 13 tahun saya tentunya sangat paham dengan segala bentuk dan model pertanggungjawaban hasil riset dan aplikasinya. Sebagai ahli seharusnya mereka mempertanyakan secara komprehensif tentang metodelogy dan persoalan yg dialami untuk dijawab secara ilmiah dan saya sudah sangat siap untuk itu semua.

Saya gagal paham dengan dgn ahli itu, mengapa sulit sekali menerima teknologi yg secara metodologis dan emperis sudah terbukti. Saya memberi contoh, BUMN PTPN 12 yg memilihi lahan 6000 ha kakao yang terus merugi dari tahun ke tahun, padahal semua teknik budidaya dimiliki mereka baik secara bibit, biaya dan sdm semua cukup, namun krn memang teknologi persoalan kakao blm ditemukan, keadaan terus memburuk. Adalah tidak adil apabila ahli tersebut terus menyalahkan petani sekali2 mari pertanyakan pemerintah, puslitkoka jember, bumn kenapa tidak sanggup mengatasi persoalan ini. Kemudian saya memberikan informasi bahwa PTPN 12 mulai bulan ini Alhamdulillah mereka sudah sharing investasi dengan tim peneliti kami di surabaya.

Dalam hati kecil saya berbisik, (semoga salah) apakah mereka kurang senang kalau rakyat makmur? Karena inti presentasi saya adalh peningkatan produksi kakao 10-15 kali lipat dari kondisi sekarang dari 200-500 kg per ha setahun menjadi 3-5 ton atau seblmnya petani memperoleh hasil 6-15 juta pertahun menjadi 90-150 juta. Dengan luas kebun kakao 102.000 ha yang perlu direhabilitasi aceh berpotensi berpendapatan 9-15 triliun pertahun. Berdasarkan data baimprom bahwa petani kakao aceh berjumlah 220 ribu, kalau jumlah ini berdaya maka multiplayer effect sangat luar biasa.
Gagal paham, mereka enggan mengujicobakan teknologi di area yang sedikit lebih luas, semisal 10 ha dikabupaten produsen, pada saat yang sama pemerintah terus menggelontorkan dana milyaran rupiah untu kakao ini dengan program dan bantuan yg sudah terbukti bertahun-tahun gagal. Saya memaklumi kekhawatiran mereka, seandainya teknik aplikasi ini salah, tapi saya menyakini bahwa segala sesuatu ada ukuran dan targetnya. Seburuk-buruk hasil aplikasi ini adalah rakyat akan melihat keinginan baik pemerintah untuk membuat rakyatnya maju dan berkembang. Pemerintah tentu akan terus mendapatkan nilai jelek rakyat dengan mengalokasikan anggaran rakyat yang sudah nyata gagal di lapangan dengan bukti perkebunan kakao hari ini berubah menjadi hutan kakao.
Gagal paham pemerintah terus menyalahkan petani yg kurang telaten, malas dan macam2 alasan lainnya shg produksi menurun. Seharusnya sekali2 mereka berposisi sebagai petani apakah mereka mau kalau dalam waktu setahun hanya berpenghasilan 5-15 juta? Teknologi sudah ditangan, kami sedikitpun tidak akan surut di tengah dinginnya respon pemerintah, bergerak sesuai dengan kemampuan. Ibarat sebuah proses, ini jalan yang harus dilalui, semoga Allah memudahkan usaha hambanya yang mau berubah. 
Oleh : Muslahuddin Daud.

Share

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 PUGAGAMPONG.com
Powered By Blogger