Cek Mad |
Kekuatan teungku – ulama luar biasa, tidak hanya diakui pada level nasional tetapi juga pada level intenasional, teungku – ulama juga ikut menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa ini. Kekuatan teungku berada di tingkatan grass root atau gampong-gampong, maka disinilah peran teungku dan ulama sangat penting dalam mengawal pembangunan, memberikan masukan kepada pemerintahan baik ditingkat kabupaten terlebih kebijakan pembangunan ditingkat gampong yang saat ini telah memiliki kewenangan sangat besar dengan adanya UU Desa, dan bersamaan dikucurkannya dana desa agar tidak disalahgunakan oleh para geuchik / kepala desa.
Demikian disampaikan oleh Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib yang diwawancarai media ini, disela-sela Muzakarah dan Sosialisasi Rancangan Qanun Aceh Utara tentang Kemaslahatan dan Ketertiban Umat, yang digelar Majelis Ulama Nanggroe Aceh di Lhokseumawe beberapa waktu lalu.
“Kader-kader teungku dan ulama bisa berperan secara aktif dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam musyawarah desa,” terangnya ketika disinggung mengenai ‘Kedaulatan dan Pemerataan Ekonomi (Konsep dan Perundang-Undangan).
Program di desa itu, lanjutnya, dipengaruhi oleh musyawarah desa. Ada RPJM Desa, Rencana Kerja Perangkat Desa (RKPDesa), dan APB Desa. “Di situlah salah satu peran sosial dari ulama dan teungku-teungku dalam rangka mewujudkan desa-desa yang baik,” tegasnya.
Lebih jauh, Bupati Aceh Utara menerangkan, bahwa politik hanya alat untuk mencapai kesejahteraan, kemaslahatan dan ketertiban umat. Oleh karena itu, imbuhnya, hendaknya teungku jangan terlalu alergi dengan hal-hal yang berbau politik, mau politik atau bukan politik, asal itu bertujuan untuk menyejahterakan umat, membina kemaslahatan dan ketertiban umat kita harus dukung dan perjuangkan. “Maka dari itu, saya sebut sebagai Khittah Produktif, bukan khittah dalam artian politik lagi,” paparnya.
Khittah produktif itu, tambah Cek Mad”, konkretnya punya banyak universitas, rumah sakit, punya banyak pesantren, sentra-sentra ekonomi, dan lain-lain. Itulah yang paling penting. Karena ketertinggalan kita semua di bidang ekonomi. “Kita punya spirit mengubah umat kembali pada pola dasar penerapan syariat Islam secara Kaffah di Aceh yang dapat digunakan dalam merumuskan rekomendasi-rekomendasi di setiap pertemuan Ulama dan Teungku untuk menyikapi arah pembangunan masa depan Aceh Utara menggunakan dana desa,” atau dana pembangunan lain di APBK, ucapnya.
Menjawab pertanyaan terakhir, bagaimana korelasi pembangunan yang berbasis dana desa dan kaitannya dengan keterlibatan para teungku Bupati menegaskan, bahwa ekonomi para teungku dan ulama harus berdaya, misalnya dengan membuat kawasan Industri atau Pariwisata di Aceh Utara yang berbasiskan Syariat Islam, tapi ulama dan teungku yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, kita dorong disitu. begitupun dalam hal pengelolaan dana bergulir atau unit usaha lainnya di setiap desa, maka peran teungku dan ulama tidak dapat dikesampingkan agar tercapainya tujuan kesejahteraan, kemaslahatan dan ketertiban umat dibawah panji-panji Syariat Islam, “Kita yang ada di pemerintahan punya tanggung jawab moral, sosial dan jam’iyah untuk memperjuangkan itu semua,” dan tanpa dukungan para ulama dan teungku-teungku maka peluang penyelewengan pada setiap lini akan sangat terbuka lebar, dan kita tidak akan mampu mempertanggungjawabkannya secara publik terlebih di yaumil mahsyar nanti. Maka dari itu nasehat ulama dan teungku-teungku disetiap level pengambilan kebijakan pemerintahan sangat diharapkan, agar tercipta masyarakat yang baldatun thaiyyibatun warabbul ghafur.
Demikian disampaikan oleh Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib yang diwawancarai media ini, disela-sela Muzakarah dan Sosialisasi Rancangan Qanun Aceh Utara tentang Kemaslahatan dan Ketertiban Umat, yang digelar Majelis Ulama Nanggroe Aceh di Lhokseumawe beberapa waktu lalu.
“Kader-kader teungku dan ulama bisa berperan secara aktif dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam musyawarah desa,” terangnya ketika disinggung mengenai ‘Kedaulatan dan Pemerataan Ekonomi (Konsep dan Perundang-Undangan).
Program di desa itu, lanjutnya, dipengaruhi oleh musyawarah desa. Ada RPJM Desa, Rencana Kerja Perangkat Desa (RKPDesa), dan APB Desa. “Di situlah salah satu peran sosial dari ulama dan teungku-teungku dalam rangka mewujudkan desa-desa yang baik,” tegasnya.
Lebih jauh, Bupati Aceh Utara menerangkan, bahwa politik hanya alat untuk mencapai kesejahteraan, kemaslahatan dan ketertiban umat. Oleh karena itu, imbuhnya, hendaknya teungku jangan terlalu alergi dengan hal-hal yang berbau politik, mau politik atau bukan politik, asal itu bertujuan untuk menyejahterakan umat, membina kemaslahatan dan ketertiban umat kita harus dukung dan perjuangkan. “Maka dari itu, saya sebut sebagai Khittah Produktif, bukan khittah dalam artian politik lagi,” paparnya.
Khittah produktif itu, tambah Cek Mad”, konkretnya punya banyak universitas, rumah sakit, punya banyak pesantren, sentra-sentra ekonomi, dan lain-lain. Itulah yang paling penting. Karena ketertinggalan kita semua di bidang ekonomi. “Kita punya spirit mengubah umat kembali pada pola dasar penerapan syariat Islam secara Kaffah di Aceh yang dapat digunakan dalam merumuskan rekomendasi-rekomendasi di setiap pertemuan Ulama dan Teungku untuk menyikapi arah pembangunan masa depan Aceh Utara menggunakan dana desa,” atau dana pembangunan lain di APBK, ucapnya.
Menjawab pertanyaan terakhir, bagaimana korelasi pembangunan yang berbasis dana desa dan kaitannya dengan keterlibatan para teungku Bupati menegaskan, bahwa ekonomi para teungku dan ulama harus berdaya, misalnya dengan membuat kawasan Industri atau Pariwisata di Aceh Utara yang berbasiskan Syariat Islam, tapi ulama dan teungku yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, kita dorong disitu. begitupun dalam hal pengelolaan dana bergulir atau unit usaha lainnya di setiap desa, maka peran teungku dan ulama tidak dapat dikesampingkan agar tercapainya tujuan kesejahteraan, kemaslahatan dan ketertiban umat dibawah panji-panji Syariat Islam, “Kita yang ada di pemerintahan punya tanggung jawab moral, sosial dan jam’iyah untuk memperjuangkan itu semua,” dan tanpa dukungan para ulama dan teungku-teungku maka peluang penyelewengan pada setiap lini akan sangat terbuka lebar, dan kita tidak akan mampu mempertanggungjawabkannya secara publik terlebih di yaumil mahsyar nanti. Maka dari itu nasehat ulama dan teungku-teungku disetiap level pengambilan kebijakan pemerintahan sangat diharapkan, agar tercipta masyarakat yang baldatun thaiyyibatun warabbul ghafur.
No comments:
Post a Comment