Rakor awal bulan diakhir tahun menjadi
momen koordinasi antar semua pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Aceh
Utara, betapa tidak acara yang dilaksanakan di pusat kendali Pemerintahan
Kabupaten Aceh Utara ini dihadiri oleh berbagai elemen pelaku PNPM-BKPG di wilayah
tersebut, mulai dari FK/FT, UPK, BKAD dan PJOK yang berasal dari 27 Kecamatan
di Aceh Utara. Selain itu juga hadir Satker PNPM Kabupaten Aceh Utara, Tim
Faskab Aceh Utara, Bappeda Aceh Utara, Sekda Aceh Utara, Spesialis Training RMC
1 Provinsi Aceh dan beberapa tamu
undangan lainnya. Sedikitnya hampir 180 peserta rakor ikut berpartisipasi dalam
momentum acara yang jarang pelaksanaan dilakukan seperti ini.
Sekda Aceh Utara Bapak Isa Anshari dalam
pembukaaan rakor PNPM-BKPG menyampaikan beberapa hal penting terkait dengan
pelaksanaan PNPM-BKPG di Aceh Utara terutama menjelang berakhirnya tahun 2014
dan persiapan pelaksanaan kegiatan di tahun 2015, jadi bukan Cuma sekedar
koordinasi saja tetapi lebih jauh juga perlu dilakukan evaluasi sejauhmana
sudah keberhasilan kita dalam pelaksanaan program. Beliau juga memberi
penekanan pada otonomi desa yang selama ini hanya bersifat jargon dan jah dari
harapan maka sekarang dengan penerapan undang-undang no.6 tahun 2014, maka desa
memiliki peluang yang sangat besar untuk mengurus rumah tangga sendiri, dengan
kucuran dana yang memadai dan pada tahun pertama implementasi undang-undang
desa tetap dana yang akan dikucurkan ke desa ditampung dulu di kabupaten guna
menghindari terjadinya kesalahan dalam implementasi, beliau juga menegaskan
kemungkinan tahun 2015 KPK akan memulai kegiatan pemantauan dan penyidikan
kasus-kasus korupsi di Aceh secara umum dan Aceh Utara khususnya, maka
diharapkan kita dapat meimplementasikannya dengan baik dan tepat sasaran sesuai
dengan perencanaan gampong yang tertuang dalam Musrenbang gampong masing-masing
serta mencegah terjadinya korupsi, Tidak perlu risih kalau kita bersih,
katanya.
Diantara hal penting menjadi yang patut
menjadi perhatian kita bersama adalah keberadaan lembaga masyarakat yang telah
terbentuk, peningkatan kapasitas lembaga tersebut sehingga menjadi alat bagi
masyarakat untuk mengorganisir diri dan terus melakukan perjuangan guna menuju
cita-cita masyarakat dalam pembangunan yang belum tercapai. Beliau juga menekankan
pentingnya penerapan prinsip yang teguh untuk tetap partisipatif, transparan
dan akuntabel, serta adanya perimbangan kemajuan progress kita secara nasional
mestilah memenuhi standar, kemudian pentingnya komitmen penyelesaian masalah
bagi kecamatan bermasalah dan berpotensi masalah secara musyawarah dan mufakat,
disinilah pentingnya koordinasi antar pelaku dengan berbagai pihak terutama
dengan pihak pemerintah kecamatan masing-masing, semuanya menjadi mutlak
dilakukan mengingat proses adopsi sistem PNPM-BKPG dalam implementasi
undang-undang desa perlu difasilitasi oleh para profesional dan tentunya tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga
tegas dan cerdas.
Di sesi lain pemateri dari Bappeda Aceh
Utara Bapak Muzakkir menyampaikan tentang latar belakang berbagai aturan dan
dokumen perencanaan yang telah ada dan masih menjadi rujukan sampai hari ini
dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia di samping peraturan terbaru khusus
tentang undang-undang desa, beliau juga memaparkan tentang beberapa prinsip
dalam perencanaan pembangunan diantaranya, teknokratis, demokratis &
partisipatif, politis, botton up dan top down planning, dimana ke lima pola
prinsip perencanaan pembangunan tersebut masih berlaku dalam sistem perencanaan
pembangunan sampai saat ini, juga ada 3 azas penting yang tak boleh dilupakan
yaitu memenuhi azas kepentingan umum, keterbukaan dan akuntabilitas. Beliau juga
memaparkan kembali langkah-langkah perencanaan ditingkat gampong yang diawali
dengan musrenbang gampong dan prosesnya sampai ke kecamatan dan kabupaten. Sebelum
mengakhiri materinya pak Muzakkir juga menyinggung tentang berbagai sumber dana
yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, mulai dari APBN, APBD dan
khusus untuk desa kedepan akan memiliki APBG atau Anggaran Pendapatan Belanja Gampong.
Pada sesi tanya jawab pertama beberapa peserta rakor mempertanyakan
komitmen pemerintah dalam implementasi pembangunan yang tepat waktu artinya
pelaksanaaan kegiatan kalau bisa jangan lagi seperti tahun ini dan tahun
sebelumnya selalu pas di saat musim penghujan. Sementara peserta lain
menanyakan tentang aturan pentingnya pelibatan BKAD selaku lembaga masyarakat
yang diberi mandat dalam foru MAD untuk dapat dilibatkan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan setiap pembangunan yang dilaksanakan di
desa oleh para kontraktor, karena ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan tidak
tepat sasaran ilihat dari segi lokasi pembangunan. Ada juga peserta yang
mempertanyakan tentang pagu indikatif musrenbang kecamatan yang telah
ditetapkan oleh pihak kabupaten sejauh mana kini realisasinya. Semua dijawab
dengan baik walau terlihat beberapa peserta terkesan kurang puas, terutama
terkait pungli di hampir setiap dinas atau isu pemotongan dana project untuk
kepentingan tertentu yang tidak jelas arahnya merujuk ke undang-undang yang
mana, sehingga menyebabkan kualitas pembangunan menjadi sangat rendah.
Pemateri kedua dari Inspektorat Kabupaten
Aceh Utara Bapak Ruswandi menyampaikan beberapa hal terkait korupsi dan
penyelewengan dana yng kini menggerogoti pemerintah, tapi khusus untuk PNPM
beliau mengatakan juga ada beberapa penyelewengan dana atau korupsi tetapi itu
sangat sedikit berbanding jumlah dana yang dikelola dan manfaat yang diterima
oleh masyarakat. Beliau melakukan kilas balik keberhasilan program PNPM yang dipublikasi
oleh sebuah lembaga, dimana berdasarkan data tersebut sedikitnya ada 13,3 juta
RTM yang telah menerima manfaat dari program PNPM, menampung 11 juta tenaga
kerja, tingkat partisipasi masyarakat mencapai 60 persen dan 48 persen
diantaranya adalah keterlibatan perempuan dengan asset yang terbentuk mencapai
9 trilyun dana bergulir. Disamping produk hasil pembangunan baik prasarana dan
peningkatan kapasitas pelaku ditingkat desa yang hampir merata disetiap desa. Beberapa
pertanyaaan peserta yang dilontarkan ke pemateri ini terutama terkait dengan
strategi Inspektorat Aceh Utara dalam menghapus korupsi dan sejauhmana tingkat
keberhasilannya, beliau menjawab secara simbolis menggunakan Narit madja Aceh “Padup na le hakim-hakim, Asoe jahim uroe
dudoe”. Artinya komitmen pemberantasan korupsi itu mestilah lahir dan
berawal dari kesadaran individu dan kolektif untuk selanjutnya diharapkan
kedepan terutama pada pelaksanaan kegiatan tahun 2015 akan ada penerapan sanksi
yang tegas terkait isu-isu korupsi.
Setelah rehat siang Ibu Iqra dari
Spesialis Training RMC 1 Provinsi Aceh menyampaikan tentang beberapa hal
terutama terkait dengan pelaksanaan tahapan program PNPM-BKPG tahun 2014 yang
akan segera berakhir semoga dapat dituntaskan dengan sebaik-baiknya, kemudian
beliau juga memberi penekanan untuk persiapan pelaksanaan tahapan 2015 yang
sudah didepan mata, dimulai dari proses tahapan sosialisasi dan selanjutnya
mestilah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, guna menuju peningkatan kualitas
pelaksanaan d tahun 2015.
No comments:
Post a Comment