Seirama apa yang disampaikan Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Yusuf Kalla, bahwa Pendamping Desa Harus Lebih Pintar dari Masyarakat yang didampingi, ini adalah sebuah keniscayaan, karena bila tidak maka apa perlunya Pendamping Desa.
Melihat kondisi dan perkembangan di lapangan tentunya persoalaannya akan menjadi lain, disini bukan hanya berbicara Pada persoalan siapa yang lebih pintar, karena harus juga diakui bahwa Pendamping Desa juga manusia biasa yang tentunya memiliki banyak kekurangan sekaligus didalam kelebihannya masing-masing. Begitupun dengan masyarakat di desa-desa bahkan sebahagian dari mereka ada yang lebih pintar dari Pendamping Desa itu pasti, buktinya ada warga masyarakat yang jadi pengurus parpol, pengurus perusahaan, jadi anggota dewan dan seluruh pegawai negri dan swasta juga bagian dari masyarakat desa, termasuk Bupati, Gubernur dan Presiden dan wakil Presiden sendiri juga bagian yang tidak terpisahkan dari warga masyarakat desa-desa kita.
Bicara mengelola dana 1 milyar, bila kepedulian dari aparatur desa sendiri sangat minim pada akhirnya hampir semua kegiatan administrasi Pemerintahan Desa khususnya dalam pengelolaan Dana Desa diserahkan ke pihak ketiga untuk dikerjakan, tentu saja hal ini dibenarkan undang-undang tetapi bila melihat dari segi jumlah aparatur disetiap desa dan struktur yang dibangun untuk setiap kegiatan di lapangan, sebenarnya udah tambun organisasinya, disinilah beratnya mewujudkan kemandirian desa bila kepeduliannya kurang.
Kerja berat mewujudkan kepedulian kerja sesuai tupoksi masing-masing di level Pemerintah Desa, berangkat dari kondisi sebahagian besar aparatur Pemerintah Desa yang tidak memiliki SDM dalam bidangnya, dan tidak fokus peduli terhadap tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Hal ini juga disebabkan sebahagian aparatur Pemerintah Desa lebih mementingkan kerja-kerja yang bersifat pribadi untuk menopang kebutuhan keluarganya, karena tidak bisa bertahan hidup bila hanya mengandalkan honor yang diberikan setiap 3 bulan sekali dan masih jauh dibawah UMR. Honor bagi mereka hanya sebagai bonus cuma-cuma saja tanpa diimbangi dengan tanggungjawab kerja yang memadai.
Siapapun harus berani mendobrak dan keluar dari getto ini bila ingin melihat desa-desa di Indonesia betul-betul mandiri, bukan sekedar menghabiskan dana dan buat pertanggungjawaban yang hampir semuanya dikerjakan bukan oleh orang pada posisinya, dan bahkan ada yang lebih parah diserahkan kepihak ketiga. sehingga berharap adanya nilai pemberdayaan dan pembinaan terutama bagi aparatur Pemerintah Desa masih jauh panggang dari api.
Intinya ada kepedulian dan mau belajar secara bersama dengan Pendamping Desa mereka, bukan hanya terima beres tinggal teken, apalagi dengan dana 1 milyar semua bisa dibayar, Bersama kita Bisa mewujudkan implementasi UU No 6 dan seabrek Peraturan turunan lainnya, baik permendagri, permendes, permenkeu, peraturan gubernur dan peraturan bupati di daerah masing-masing. Dan satuhal lagi yang tidak kalah lebih penting pergantian struktur yang sama sekali tidak mau belajar dan bekerja serta tidak mau peduli posisinya tetapi makan gajinya, harus diganti dengan orang-orang yang lebih peduli, bersedia belajar dan mau bekerja sesuai tupoksi nya masing-masing, satu hal lagi honor untuk aparatur Pemerintah desa haruslah layak gaji sebulan sebagaimana kerja ditempat lain juga, sehingga tidak ada alasan meninggalkan tugas demi mencari biaya hidup ditempat lain.
dan juga yang tidak kalah lebih penting ketegasan Pemerintah dalam hal ini Kemendes yang bertanggungjawab terhadap perekrutan tenaga Pendamping Desa untuk menjalankan tugas ini lebih serius dan bertanggungjawab, terutama nasib kawan-kawan Pendamping Lokal Desa yang masih sangat kabur posisinya sampai saat ini dan menuai banyak pertanyaan seakan tanpa jawaban yang bisa dipercaya, begitupun untuk Pendamping desa, bukan hanya diberikan tugas sementara penghasilan mereka tidak jelas jadwal pembayarannya, sebagai contoh bisa dibayangkan honor Bulan Januari 2016 belum dibayar sementara ini udah Tanggal 21 Februari 2016, ha.... sepintar apapun seorang Pendamping Desa tidak akan bisa bekerja bila tidak dibayar setiap bulan secara rutin, karna dari situlah operasional buat melakukan pendampingan terhadap desa apalagi desa-desa yang letaknya berjauhan tentunya bisa dibayangkan bagaimana mau bergerak, belum lagi bila dilihat dari segi kontrak kerja yang cuma 3 bulan - 3 bulan....terkesan Pemerintah setengah hati dalam mengimplementasikan amanah undang-undang. (Sanusi Yahya)
No comments:
Post a Comment