Ody Yunanda(Photo: google) |
PUGA GAMPONG : Tahun 2015 merupakan tahun yang paling kritis di negara Republik Indonesia, sebab pada tahun inilah Pemerintah pusat mewujudkan harapan masyarakat melalui dana desa yang berkisar Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar per desa yang disalurkan sebagai amanat UU No.6 Tahun 2014
tentang Desa. Besar dan kecilnya anggaran yang di terima oleh desa tentunya di lihat dari empat faktor yakni jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan
geografis.
Dengan perputaran dana tersebut pastinya desa di rangsang untuk memperkuat ketahanan ekonomi serta menjadi pos pendapatan bagi keuangan desa. Dana yang sangat seksi itu pun sangat rawan memicu konflik di intenal desa. Geuchik, merupakan orang nomor satu yang akan mengelola banjirnya uang tersebut, namun tak heran jika mental Geuchik belum siap untuk mengelola besarnya anggaran itu.
walaupun mekanisme pencairan anggaran itu sudah di atur sedemikian rupa agar tidak ada kebocoran dalam operasionalnya. Namun tak dapat di pungkiri, Masyarakat desa akan sangat kritis dalam meneliti penggunaan dana ratusan juta itu. maka sangat dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan masalah baru
di tengah masyarakat yaitulahirnya virus gejolak
sosial yang lebih ganas dampaknya serta akan merusak
solidaritas dan persaudaraan masyarakat di desa.
Seharusnya kita berkaca akan apa yang terjadi di masa lalu dimana
anggaran negara yang jatuh ke daerah selalu dipenuhi dengan korupsi.
Dana diselewengkan dari pejabat provinsi sampai ke perangkat terkecil
kecamatan. Porsinya pun mengikuti kebijakan yang dibalut dengan
kebijakan siluman dan fiktif. Tidak ada transparansi dan akuntabilitas,
sehingga Msyarakat hanya merasakan serpihan serpihan kue nya saja.
Bahkan, kasus seperti ini telah berlangsung hingga kini dan sangat sering kita
saksikan setelah perdamaian Aceh yang hampir selalu terjadi kisruh dalam
merebut kekuasaan, mulai dari jabatan gubernur, bupati/wali kota hingga
penentuan pemenang proyek.
Begitu juga konflik internal kelompok kecil yang acap kali terjadi, Kondisi ini cukup menimbulkan berbagai tantangan dalam mengoptimalkan
perjalanan tahun pertama implemetasi berbagai agenda pembaharuan dalam
UU Desa, terutama isu proses penyaluran dan pengelolaan dana desa, baik
dari sumber APBD (ADD) dan dana desa dari APBN Pusat.
Efek melekatnya isu pembicaraan besaran dana desa itu
pun tak dapat dibantah cukup membawa suasana euforia di masyarakat
pedesaan yang perlu disikapi dan direspon dengan langkah-langkah lebih
konkrit, cepat, taktis, dan efektif agar mampu memberikan pemahaman dan
persepsi yang tepat bagi seluruh komponen masyarakat desa terutama
aparatur desa.
maka dari itu untuk mencgah konflik Internal maka harus di lakukan langkah untuk merawat orientasi kerakyatan bagi generasi
muda terdidik (terlebih yang berasal dari desa-desa) untuk menjadi
‘laboratorium’ gerakan sosial yang lebih mendarat dan produktif dalam
menghadapi tantangan MEA dan memaksimalkan peluang Bonus Demografi yang
sudah di depan mata, sebagai upaya pendampingan agar semua stake holder
didorong lebih optimal secara ‘keroyokan’ (massif) bisa berjibaku
mengawal implementasi agenda-agenda pembaharuan desa yang berarti pula
mengawal upaya perbaikan kualitas hidup dan kemandirian rakyat di
desa-desa sebagai bagian terbesar rakyat di Republik ini. Semoga.
Penulis : Ody Yunanda Bin Nurdin Bin Abdurrahman
Delegasi Aceh pada Da'i Muda Nusantara Radar TV 2015
Publisher: Suhelmy
No comments:
Post a Comment